Minggu, 21 Agustus 2011

Karakteristik Warga Negara


Siapakah yang disebut warga negara (citizen) itu, dan bagaimana karakteristiknya? Ini pertanyaan penting yang berkait dengan suasana globalisasi yang saat ini sangat terasa dalam kehidupan kita. Untuk menjawab pertanyaan itu, patut disimak pendapat yang dikemukakan Korten (1993), bahwa warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab untuk memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat. Sifat khas seorang warga negara yang bertanggungjawab terlihat dari komitmennya terhadap nilai-nilai integratif dan terhadap penerapan aktif kesadaran kritisnya : kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis dan konstruktif, kemampuan untuk melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang.
Menurut Korten, dalam melaksanakan warga negara tersebut terdapat sarana yang dipergunakan warga negara untuk menetapkan identitas dan pengakuan sah atau usaha bersama mereka. Sarana tersebut adalah organisasi sukarela yang menyediakan sistem dukungan organisasi dan sarana untuk menggerakkan sumberdayanya untuk upaya-upaya yang menuntut lebih dari tindakan individual.
Istilah warga negara global yang dikemukakan Korten, merupakan istilah yang menunjuk kepada tingkatan kewarganegaraan. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut dari tingkatan warga negara komunal, dan warga negara nasional.
John Cogan memberikan beberapa karakteristik warga negara yang dikaitkan dengan kecederungan global yang terjadi saat ini. Karakteristik tersebut meliputi :
• Mendekati masalah dari sudut pandang masyarakat global.
• Bekerja bersama dengan orang lain.
• Bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab masyarakat.
• Berpikir secara kritis dan sistematis.
• Menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan.
• Mengadopsi cara hidup yang melindungi lingkungan.
• Menghormati dan mempertahankan hak asasi.
• Berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat pembelajaran civics; dan memanfaatkan teknologi berbasis informasi.

Sementara itu, menurut pendapat Kanter sebagaimana dikutip Wisnubrata (2001), menyebutkan ada tiga ciri manusia kelas dunia (world class), yaitu konsep (concept), kompetensi (competence), dan koneksi (connection). Concept berkaitan dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan gagasan-gagasan mutakhir. Sedangkan competence berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja secara multidisiplin. Kemudian, connection berhubungan dengan pengembangan jaringan sosial (social network) untuk melakukan kerjasama secara informal.
Selanjutnya, Wisnubrata (2001) menambahkan dua syarat lagi untuk melengkapi syarat manusia kelas dunia sebagaimana dikemukakan Kanter. Dua syarat itu adalah kredibilitas (credibility), dan kepedulian (caring). Kredibilitas berhubungan dengan integritas : jujur, menjalankan apa yang dikatakan (walk the talk), memegang teguh janji, berlaku adil, sehingga akan membangun rasa percaya (trust), dan rasa hormat (respect) dari orang lain. Kemudian kepedulian (caring) yakni peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan keadaan orang lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan informasi dalam rangka memperkaya wawasan dan mentalitas (abundant mentality).
Berdasarkan pengertian warga negara global sebagaimana diketengahkan Korten di atas, kiranya dapat ditegaskan bahwa warga negara global adalah warga negara dimana sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya mampu melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun nasional kepada budaya masyarakat global. Singkatnya, warga negara global merupakan waga negara lintas negara, warga negara lintas kebudayaan antarnegara, atau warga negara lintas kepentingan secara lebih luas diluar kepentingan individu dan kepentingan institusional bahkan kepentingan nasional.
Mengapa warga negara global tersebut ada? Hal ini tidak lepas dari kenyataan adanya ketergantungan global (global interdependent) antarnegara-bangsa dalam menjalin hubungan dengan berbagai bangsa-bangsa lain di penjuru dunia ini. Korten memandang bahwa saling ketergantungan akan menciptakan suatu situasi dimana negara-negara dan penduduk mempunyai kepentingan yang sah dalam urusan masing-masing dan mempunyai hak untuk ikut mempengaruhi urusan-urusan yang melampaui apa yang bisa direstui oleh konsep kedaulatan yang lebih tradisional (Korten, 1993:263). Berdasarkan pendapat tersebut, warga negara global tidak bisa dilepaskan dengan ketergantungan global yang di dalamnya negara-bangsa (nation-state) terlibat dalam berbagai kepentingan mereka masing-masing. Warga negara global menurut Korten, berperan sangat penting untuk merumuskan menerapkan agenda untuk transformasi sosial. Di sinilah peranan jiwa kewarganegaraan global (mind of global citizen) dalam mempertautkan dan mempersatukan rakyat di dunia ini untuk bersama-sama melakukan transformasi sosial.
Dari uraian warga negara global sebagaimana dikemukakan Korten, kiranya dapat dipahami bahwa gagasan warga negara global tersebut berkait erat dengan adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan karenanya diperlukan keterlibatan warga negara dunia untuk menjalin kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau diskriminasi apa pun dari masing-masing bangsa tersebut.
Agar warga negara global yang terlibat dalam ketergantungan global tersebut dapat memainkan perannya dengan baik, maka tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga negara global sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Dalam konteks inilah pendidikan global (global education) sangat berperan untuk membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan yang relavan dengan kebutuhan dan tuntutan kehidupan global tersebut.
Untuk memahami secara komprehensif tentang arti/makna pendidikan global serta kontribusinya terhadap penyiapan kemampuan warga negara global, maka secara sistematis akan dijelaskan berikut ini tentang makna pendidikan global (global education).
Jan L. Tucker sebagaimana dikutip Nursid Sumaatmadja (1995:23) pendidikan global adalah pendidikan yang diarahkan pada pengembangan wawasan global yang mempersiapkan anak didik generasi muda menjadi manusiawi, rasional, sebagai warga negara yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan dunia yang semakin menunjukkan saling ketergantungan. (Global Education, commonly refered to as education for a global perspective, …… is to prepare young people to be humane, rational, participating citizens in the world that is becoming increasing interdependent).
Sementara itu, dalam pandangan Barbara Benham Tye dan Kenneth A. Tye (1992) pendidikan global merupakan :

Global education involves (1) the study of problems and issues which cut across national boundaries, and the interconnectedness of cultural, environmental, economic, political, and technological systems, and (2) the cultivation of cross-cultural understanding, which includes development of the skill of “perspective-taking”-that is, being able to see life someone else’s point of view. Global perspective are important at every grade level, in every curricular subject area, and for all children and adults.

Definisi pendidikan global sebagaimana diketengahkan di atas, menekankan bahwa pendidikan global mencakup kajian tentang masalah-masalah dan isu-isu yang melintasi batas-batas nasional, saling keterhubungan budaya, lingkungan, ekonomi, politik, dan system teknologi. Dan pemahaman lintas-budaya yang di dalamnya termasuk pengembangan keterampilan “menentukan perspektif atau pandangan” sebagai sebuah sudut pandang seseorang. Perspektif global itu sangat penting untuk semua tingkatan usia, anak-anak maupun orang dewasa.
Sementara itu, Jiro Nagai, sebagaimana dikutip Nursid Sumaatmadja (1995:24) mengatakan, dalam kehidupan yang makin terbuka dewasa ini di abad XXI, kesadaran internasional, pemikiran mendalam tentang dunia termasuk pandangan dan wawasan global, telah menjadi bagian kehidupan tiap bangsa. Oleh karena itu, pendidikan internasional dan atau pendidikan global harus menjadi bagian pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk memasuki ambang pintu abad XXI, IPS sudah tidak dapat mengabaikan pendidikan internasional atau pendidikan global tersebut. (Today, international awareness, world mindedness, and global nespoints have come necessary for the livehood of every nation. Therefore, international education must be given increased emphasis in sosial studies education. It may be said that social studies education for the twenty-first century should be international/global education).
Selanjutnya Carlos Diaz, Massialas, dan Xanthopoulus (1999:209) memaknai pendidikan global sebagai pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami konsep-konsep global dan isu-isu dan mengarahkan pula kepada tindakan sebagai warga negara. (global education is a pedagogy that aims atu student learning of global concepts and issues and leads to citizen action). Pengertian di atas lebih menekankan tujuan pendidikan global yakni untuk membelajarkan siswa tentang masalah-masalah global, isu-isu global, konsep-konsep global.
Berdasarkan pengertian pendidikan global menurut para ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan global pada dasarnya merupakan pendidikan untuk membantu siswa memahami konsep dan isu-isu global, antara lain meliputi masalah politik, ekonomi, budaya, lingkungan, hak asasi manusia, dan sebagainya. Dengan demikian, siswa akan mampu menentukan sudut pandangnya (point of view) sebagai sebuah perspektif global (global perspective) dalam kedudukannya sebagai warga negara yang cerdas dalam menanggapi serta mengkritisi masalah-masalah global tersebut.
Nu’man Somantri (2001:190) menegaskan pentingnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang berorientasi global, dengan menampilkan pendidikan global (global education). Lebih lanjut beliau mengatakan, “…dinamika masyarakat dan globalisasi sangat dirasakan terutama bahan ajar yang selama ini terlalu menitikberatkan kepada teori-teori dan non-functional knowledge. Isi bahan ajar seperti itu, praktis tidak dapat memperkaya atau menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat dan derasnya globalisasi dalam teori maupun gejala dan masalah-masalah kemasyarakatan yang berhubungan satu sama lain.”
Dengan demikian, kami memandang betapa pentingnya pendidikan global tersebut untuk menyiapkan warga negara global, yakni warga negara yang mengetahui, memahami, serta menanggapi secara kritis berbagai masalah atau isu global yang mengemuka dalam kehidupan saat ini. Perlu diingat, bahwa akibat globalisasi yang terjadi dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan antarbangsa, dengan sendirinya menyebabkan timbulnya ketergantungan global antarbangsa yang antara lain direfleksikan dalam bentuk kerjasama antarbangsa. Di sinilah diperlukan warga negara yang memiliki wawasan global sebagai syarat pokok untuk melibatkan diri dalam berbagai bentuk partisipasi warga negara dalam kaitannya dengan meningkatnya hubungan atau interaksi antarbangsa di seluruh belahan dunia ini.
Mengingat argumentasi itu, tidaklah berlebihan kiranya muncul berbagai gagasan atau pemikiran untuk memperkuat ilmu pengetahuan sosial termasuk di dalamnya adalah pendidikan kewarganegaraan (civic education) untuk lebih berorientasi kepada pendidikan berwawasan global, dalam rangka mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara dunia (global citizen) yang memiliki komitmen dan tanggungjawab dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat bangsa, dan anggota masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dalam kaitan ini, patut disimak pendapat yang dikemukakan Robert Hanvey’s (Diaz, Massialas, Xanthopoulus, 1992) bahwa dimensi-dimensi dalam pendidikan global mencakup antara lain :
• Kesadaran perspektif, yakni kesadaran dan kemampuan mengapresiasi pikiran-pikiran orang lain di dunia ini, dan kesediaan menerima perbedaan pandangan yang terjadi.
• Kesadaran bangsa di planet jagat raya, yakni memahami secara mendalam tentang isu-isu global, peristiwa-peristiwa global, serta berbagai kondisi dalam kehidupan global.
• Kesadaran lintas-budaya : pemahaman umum tentang makna karakteristik budaya-budaya di dunia ini, memahami perbedaan serta persamaan antarkebudayaan tersebut.
• Pengetahun tentang dinamika global : kesadaran global akan adanya sistem internasional yang kompleks yang dilakukan baik oleh negara maupun bukan negara yang dilakukan saling ketergantungan dan saling membutuhkan antarbangsa.
• Kesadaran terhadap pilihan manusia : meninjau tentang strategi untuk melakukan tindakan atas berbagai isu lokal, nasional, dan internasional.

Pendidikan kewarganegaraan (civic education) sebagai bidang kajian atau ilmu yang menekankan fokus studinya kepada warga negara dan perilakunya, sangat relevan dengan upaya-upaya untuk mempersiapkan warga negara global tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JANGAN LUPA KASIH COMMENT YA.....!